A. Pengertian Thalaq
Thalaq/cerai adalah
cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka
menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam hal ini perceraian dilihat
sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri
kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.
Menurut Sa‘id (Manan, 2001),
yang dimaksud dengan thalaq adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri
karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah atau sebab lain seperti mandulnya
istri atau suami dan setelah sebelumnya diupayakan dengan melibatkan keluarga
kedua belah pihak. Cerai juga dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
karangan Alwi (2005) yaitu putusnya hubungan sebagai suami istri.
Terdapat dua definisi tentang cerai, yaitu
cerai hidup dan cerai mati. Cerai hidup adalah perpisahan antara suami dengan
istri selagi kedua-duanya masih hidup, sedangkan cerai mati adalah perpisahan
antara suami dengan istri karena salah satu
meninggal dunia.[1]
B. Teks dan Makna QS. Al-Baqarah ayat 229
Firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah ayat 229 sebagai berikut:[2]
,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD
( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3
÷rr& 7xÎô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 wur @Ïts
öNà6s9
br&
(#räè{ù's?
!$£JÏB
£`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx©
HwÎ) br&
!$sù$ss wr& $yJÉ)ã yrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù
÷LäêøÿÅz wr& $uKÉ)ã yrßãn
«!$# xsù yy$oYã_
$yJÍkön=tã
$uKÏù
ôNytGøù$#
¾ÏmÎ/ 3
y7ù=Ï?
ßrßãn
«!$# xsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur
£yètGt yrßãn
«!$# y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ
Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali,
setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan
cara yang baik, tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah
kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri)
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS.
Al-Baqarah: 229)
C. Penjelasan Kosa Kata QS. Al-Baqarah ayat 229
Allah SWT. memberitahukan bahwa:[3]
,»n=©Ü9$# “thalaq” yaitu yang
boleh dilakukan ruju’ padanya,
Èb$s?§sD “dua kali” agar
suami dimungkinkan (apabila ia tidak bermaksud memudharatkan), untuk kembali
kepada istrinya dan ia berfikir kembali pada masa tersebut. Namun jika lebih
dari masa itu maka tidaklah haram baginya, karena barangsiapa yang menthalaq
lebih dari dua kali maka dia itu kalau bukan karena lancang terhadap yang haram
atau ia tidak mempunyai keinginan untuk meruju’, maka maksudnya adalah
memudharatkan karena itu Allah memerintahkan kepada suami tersebut untuk
meruju’ istrinya.
>$rá÷èoÿÏ3 “dengan cara yang ma’ruf”, yaitu
pergaulan yang baik seperti apa yang berlaku semisal mereka, dan inilah yang
lebih kuat, bila tidak maka hendaklah menceraikan dan meninggalkannya.
`»|¡ômÎ*Î/
“dengan
cara baik”.
Di antara cara yang baik itu adalah tidak mengambil sesuatu pun dari harta
istrinya karena perceraian tersebut, hal semacam ini merupakan tindakan
kezhaliman dan mengambil harta tanpa ada timbal baliknya sedikitpun.
ßwur @Ïts
öNà6s9
br&
(#räè{ù's?
!$£JÏB
£`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx©
HwÎ) br&
!$sù$ss wr& $yJÉ)ã yrßãm «!$# (
“tidak halal bagi kamu
mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali
kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah”.
Yaitu melakukan khulu’ dengan cara yang ma’ruf dimana sang istri menbenci
suaminya akibat kejelakan akhlak, paras atau kurangnya agama dan ia khawatir
tidak dapat menaati Allah SWT
÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz wr& $uKÉ)ã yrßãn «!$# xsù yy$oYã_ $yJÍkön=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/
“jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami
istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya”,
karena hal itu adalah pengganti untuk mendapatkan maksud yang dikehendakinya yaitu
perpisahan. Ayat ini merupakan dalil disyari’atkan khulu’ apabila hikmah
tersebut ditemukan.
y7ù=Ï? “itulah” yaitu apa yang
telah disebutkan dari hukum-hukum syari’at
ß!$#rßãn " hukum-hukum
Allah”
yaitu ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan oleh-NYA bagi kalian dan Dia
perintahkan untuk menjalankannya.
`tBur
£yètGt yrßãn
«!$# y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd tbqãKÎ=»©à9$#
“barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang yang zhalim”. Dan kezhaliman apa
lagi yang lebih besar daripada menerobos yang halal dan melampaui batasnya
sampai menjadi yang haram, di mana yang telah dihalalkan Allah tidaklah
memuaskannya.
D. Sebab al-Nuzul dan Munasabah Ayat dalam QS.
Al-Baqarah ayat 229
1.
Sebab
al-Nuzul
Diriwayatkan
bahwa orang-orang jahiliyah tidak mempunyai batas berapa kali thalaq. Sehingga
seorang lelaki akan menthalaq istrinya semaunya saja, dan ketika hampir lepas,
ia kembali mengawininya lagi. Maka pada zaman Nabi SAW. ada seorang lelaki
sengaja bilang kepada istrinya: “Aku tidak akan menempatkanmu, tidak akan
memanggilmu dan kamu bebas”. Perempuan tadi bertanya: “Mengapa?” maka si suami
berkata: “Aku menceraikanmu, bila nanti masanya telah hampir, aku akan kembali
kepadamu”. Kemudian wanita itu mengadukan hal itu kepada Nabi SAW.,[4]
maka Allah SWT. menurunkan ayat:
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD (
88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xÎô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/
Artinya:
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik…...” (QS.
Al-Baqarah: 229)
Abu Dawud dalam
an-Naasikh wal Mansukh meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Dulu seorang
suami memakan dari pemberian yang telah dia berikan pada istrinya dan yang
lainnya tanpa melihat adanya dosa pada hal itu. Maka Allah menurunkan
firman-Nya:
ßwur… @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© ….
Ibnu jarir meriwayatkan dari Ibnu
Juraij, dia berkata ayat ini turun kepada Tsabit bin Qais dan Habibah,
istrinya. Habibah mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah untuk kemudian
meminta diceraikan. Maka Rasulullah berkata kepada Habibah: “Apakah engkau
ingin mengembalikan kebun yang dia jadikan mahar untukmu?”, Habibah menjawab.
“ya, saya mau”. Lalu Rasulullah memanggil Tsabit bin Qais dan memberitahunya
tentang apa yang dilakukan istrinya. Maka Tsabit bin Qais berkata: “Apakah dia
rela melakukannya?”, Rasulullah menjawab: “Ya, dia rela”. Istrinya pun berkata:
“saya benar-benar telah melakukannya”.[5]
Maka turun firman Allah SWT:
ßwur… @Ïts
öNà6s9
br&
(#räè{ù's?
!$£JÏB
£`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx©
HwÎ) br&
!$sù$ss wr& $yJÉ)ã yrßãm «!$# ( ... ÇËËÒÈ
Dapat kita
simpulkan bahwa ayat tersebut mengandung dua asbab al-Nuzul, pertama dalam
masalah thalaq raj’i dan kedua masalah penggugatan cerai (khulu’).
2.
Munasabah
Ayat
Munasabah dapat
diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat al-Qur’an atau
dengan kalimat lain, munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali
rahasia hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal.[6]
QS. Al-Baqarah
ayat 229 ini bermunasabah dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Ayat
sebelumnya yaitu:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur
ÆóÁ/utIt £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO
&äÿrãè% 4 wur @Ïts
£`çlm;
br&
z`ôJçFõ3t
$tB
t,n=y{
ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sã «!$$Î/
ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr&
£`ÏdÏjtÎ/
Îû
y7Ï9ºs
÷bÎ) (#ÿrß#ur&
$[s»n=ô¹Î)
4 £`çlm;ur ã@÷WÏB
Ï%©!$#
£`Íkön=tã
Å$rá÷èpRùQ$$Î/
4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur
£`Íkön=tã
×py_uy 3 ª!$#ur
îÍtã
îLìÅ3ym
ÇËËÑÈ
Maksud ayat tersebut adalah jika suami menthalaq
istrinya, maka sang istri harus melakukan ‘iddah selama tiga sucian untuk
mengetahui kebersihan rahim. Si suami masih berhak untuk kembali apabila belum
sampai masa ‘iddahnya dengan tujuan kembali untuk kemashlahatan.
Analisis lafazh sesudahnya:
ß,»n=©Ü9$#
Èb$s?§sD
( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3
÷rr& 7xÎô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 wur @Ïts
öNà6s9
br&
(#räè{ù's?
!$£JÏB
£`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx©
HwÎ) br&
!$sù$ss wr& $yJÉ)ã yrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù
÷LäêøÿÅz wr& $uKÉ)ã yrßãn
«!$# xsù yy$oYã_
$yJÍkön=tã
$uKÏù
ôNytGøù$#
¾ÏmÎ/ 3
y7ù=Ï?
ßrßãn
«!$# xsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur
£yètGt yrßãn
«!$# y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ
bÎ*sù
$ygs)¯=sÛ
xsù
@ÏtrB
¼ã&s!
.`ÏB
ß÷èt/
4Ó®Lym
yxÅ3Ys?
%¹`÷ry
¼çnuöxî
3 bÎ*sù
$ygs)¯=sÛ xsù yy$uZã_ !$yJÍkön=tæ br&
!$yèy_#utIt bÎ) !$¨Zsß
br&
$yJÉ)ã yrßãn
«!$# 3 y7ù=Ï?ur ßrßãn «!$# $pkß]Íhu;ã 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôèt
ÇËÌÉÈ #sÎ)ur
ãLäêø)¯=sÛ
uä!$|¡ÏiY9$#
z`øón=t6sù
£`ßgn=y_r&
Æèdqä3Å¡øBr'sù
>$rá÷èoÿÏ3
÷rr&
£`èdqãmÎh|
7$rã÷èoÿÏ3
4 wur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y#uÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9
4 `tBur
ö@yèøÿt y7Ï9ºs
ôs)sù
zOn=sß
¼çm|¡øÿtR 4
wur (#ÿräÏFs? ÏM»t#uä «!$# #Yrâèd
4 (#rãä.ø$#ur
|MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ
!$tBur
tAtRr&
Nä3øn=tæ z`ÏiB
É=»tGÅ3ø9$#
ÏpyJõ3Åsø9$#ur
/ä3ÝàÏèt ¾ÏmÎ/
4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur
¨br& ©!$# Èe@ä3Î/
>äóÓx«
×LìÎ=tæ
ÇËÌÊÈ
Penjelasan
Dalam ayat 229 menjelaskan masalah thalaq yang
boleh diruju’ hanya dua kali. Dalam ayat 230 jika suami menthalaq istri ke tiga
kali setelah ia meruju’nya dua kali, maka istri tersebut tidak halal baginya,
kecuali setelah kawin dengan laki-laki lain. Sedangkan dalam ayat 231 Allah SWT
. masih memberikan kesempatan untuk memilih jika mendekati akhir ‘iddah,
apabila ingin merujuk dianjurkan dengan cara yang baik atau jika ingin
menceraikan dengan cara yang baik pula (bukan thalaq ba’in).[7]
Dapat disimpulkan bahwa dalam QS. Al-Baqarah
ayat 228, 229, 230 dan 231 menjelaskan beberapa macam thalaq dan bagaimana cara
menthalaq yang disyari’atkan dalam Islam.
E. Penjelasan Singkat dari QS. Al-Baqarah ayat 229
Thalaq
itu banyak macamnya, namun di dalam QS. Al-baqarah ayat 229 ini menjelaskan
thalaq yang dapat dirujuk kembali. Thalaq yang dapat dirujuk dapat disebut
thalaq raj’i. Dalam ayat ini thalaq raj’i itu dua kali, itu pun masih ada dua
pilihan. Jika ingin merujuk harus dengan cara baik-baik, artinya tidak
sewenang-wenangnya ambil hukum sendiri, dan jika ingin menceraikannya dengan
cara baik pula artinya tidak merekayasa.
Jika
thalaq sudah dua kali, dan ada inisiatif untuk merujuk maka harus ada orang
yang mengawini istrinya karena sudah masuk pada thalaq ba’in. Apabila ingin
merujuk untuk thalaq pertama, sedangkan masa ‘iddah sudah selesai maka harus
melaksanakan akad nikah baru, karena suda terlewat batas waktu yang telah
ditentukan (iddah). Hal ini betujuan agar pihak laki-laki tidak memainkan hukum
yang telah berlaku dalam syari’at Islam, dan juga supaya dapat menghargai kaum
hawa yang butuh perlindungan seorang laki-laki.
Asy
Syaukani dalam tafsirnya “Fathul Qadir” telah berkata: “yang dimaksudkan dengan
thalaq tersebut adalah thalaq raj’i dengan bukti apa yang disebutkan dalam ayat
sebelumnya. Yaitu bahwa thalaq yang terdapat hak ruju’ bagi suami adalah dua
kali, yakni thalaq pertama dan kedua, karena tidak ada hak ruju’ setelah thalaq
ketiga.[8]
Di
dalam ayat tersebut juga menjelaskan masalah khulu’, yaitu seorang wanita
menggugat cerai kepada suami dengan alasan-alasan tertentu, dengan cara si
istri menebus dirinya sesuai dengan apa yang diberikan oleh suaminya, misal
dalam hal mahar yang telah diberikan saat akad.
Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengungkapkan bahwa jika istri yang berbuat buruk
lalu meminta cerai (khulu’) maka tidak apa-apa suaminya mengambil darinya lebih
banyak dari apa yang telah ia berikan, dan jika tidak demikian maka suami tidak
boleh mengambil melebihi pemberiannya.
Wanita
yang meminta khulu’ bukanlah raj’iyyah, maksudnya bahwa perpisahan sebuah
hubungan pernikahan yang disebabkan karena khulu’ maka itu adalah perpisahan
selamanya yang tidak ada jalan untuk ruju’ kepadanya kecuali dengan akad nikah
baru.[9]
F. Penjelasan Hukum yang Dimuat dalam QS. Al-Baqarah
ayat 229
Para Ahli Tafsir
berbeda pendapat mengenai makna firman Allah SWT: b$s?§sD ,»n=©Ü9$# (thalaq itu hanya dua kali…./
al-Baqarah: 229) ke dalam beberapa kelompok.[10]
1. Maksudnya
adalah thalaq yang disyari’atkan itu hanya dua. Bila datang selebihnya, maka
itu tidak disyari’atkan. Dan ayat itu hendak mengurangi angka perceraian
sebelumnya. Ini adalah pendapat Al Hajjaj bin Arthah dan madzhab Ar Rafidlah.
2. Yang
dimaksudkan adalah thalaq yang disunnahkan dua kali. Ini pendapat Ibnu Abbas,
Mujtahid dan madzhab Malik ra.
3. Yang
dimaksudkan adalah thalaq raj’i itu dua kali. Ini adalah pendapat Qatadah,
Urwah dan pilihan jumhur.
Dalam
penggalan ayat tersebut para Ulama berbeda pendapat mengenai thalaq tiga dengan
lafal satu. Kebanyakan Sahabat, Tabi’in dan Imam empat memilih bahwa hal
tersebut akan jatuh tiga, adakalanya disertai dengan haram adakalanya disertai
dengan makruh sesuai perbedaan mereka dalam memahami ayat tersebut.[11]
Sebagian
Ahli Dzahir memilih, bahwa thalaq tiga dengan satu kata adalah jatuh satu kali.
Ini pendapat Thawus dan madzhab Imamiyah serta pendapat Ibnu Taimiyah. Bahkan
pendapat ini juga diambil oleh sebagian Ahli fiqh mutaakhir dalam menghindarkan
kesulitan bagi orang, menurunkan angka perceraian dan mencegah kerusakan
hubungan suami istri.
Allah
SWT. telah memerintahkan ketika melepaskan istri hendaknya dengan kebaikan dan
melarang suami mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istri,
kecuali dalam kondisi takut kalau keduanya tidak bisa menegakkan batas-batas
Allah SWT. sebagaimana firman Allah SWT:
ßwur… @Ïts
öNà6s9
br&
(#räè{ù's?
!$£JÏB
£`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx©
HwÎ) br&
!$sù$ss wr& $yJÉ)ã yrßãm «!$# ( ... ÇËËÒÈ
Artinya:
“…Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah….”(QS. Al-Baqarah: 229)
Maksud
ayat di atas adalah tidak dapat menegakkan batas-batas Allah yang telah
disyari’atkan untuk kedua belah pihak suami-istri. Yaitu berupa baiknya
hubungan, taat dan masing-masing memperhatikan hak dan kewajibannya kepada
pihak lain. Namun bila Nampak ada gejala perpecahan dan pertengkaran yang
menimbulkan sebab-sebab kebencian dan ketidakakraban, maka boleh bagi istri
menebus dan bagi pihak suami mengambil harta. Menjatuhkan thalaq semacam ini
dikenal dengan istilah “Khulu’”.
Mengenai
pengambilan fidyah (tebusan) oleh suami harus adil dan sesuai, yaitu berupa
mahar yang telah dia berikan kepadanya. Adapun nafkah dan sesuatu yang telah
diterima oleh si istri yang meminta cerai itu, maka sudah sepantasnya jika dia
mengembalikan apa yang dia ambil dari suami.
Asy
Sya’bi, Az-Zuhri dan Hasan al-Basri telah berkata: tidak halal bagi suami
mengambil lebih dari apa yang telah dia berikan kepada istrinya, karena hal itu
termasuk pengambilan harta yang tanpa hak. Alasan mereka adalah bahwa ayat itu
merupakan pembatasan dari apa yang telah suami berikan kepada istri, sehingga
tidak boleh melebihi. Yang rajih (unggul) adalah bahwasanya boleh
mengambil lebih tetapi hal itu makruh. [12]
[2] Al-Qur’an dan Terjemahnya
(Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009), hlm. 36
[4] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul
Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum (Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 48
[5] Jalaluddin As-Suyuthi, Lubabun
Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat al-Qur’an, terj. Tim
Abdul Hayyie, Gema Insani, hlm. 98
[7] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul
Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum (Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 47-48
[8] Ibid., hlm. 70
[10]
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul
Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum (Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 70
[11]
Ibid., hlm. 66
[12] Ibid., hlm. 71-72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar