AHLAN WA SAHLAN DI BLOG QISHOTU ILMI

Selasa, 20 Mei 2014

Sejarah Perkembangan Pemikiran Logika

Sejarah Perkembangan Pemikiran Logika
1.         Sejarah Perkembangan Pemikiran Logika Abad Yunani Kuno
Logika dimulai sejak Thales (624 SM – 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asa utama alam semesta. Saat itu Thales mengenalkan logika induktif. Yang dimaksud logika induktif ialah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.[1]
Menurut sebagian kisah sejarah Zeno dari Citium (± 340-265) menyebutkan bahwa yang pertama kali menggunakan istilah logika adalah tokoh Stoa Gorgias (± 483-375) dari Lionti (Sicilia) mempersoalkan masalah pikiran dan bahasa, masalah penggunaan bahasa dalam kegiatan pemikiran.[2] Sitematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130M – 201M) dan Sextus Empiricus 200M, dua dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.[3] Karya utama Galenus berjudul “Logika Ordine Geometrico Demonstrata”, tetapi impian Galenus hanya terlaksana jauh kemudian, yakni dia akhir abad XVII melalui karya Sacheri yang berjudul “Logica Demonstrativa”.
Sokrates (470-399) dengan metode Sokratesnya, yakni ironi dan maieutika, de facto mengembangkan metode induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh dan peristiwa konkret untuk kemudian dicari cirri umumnya.
Kaum Sofis beserta Plato (427 SM – 347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam logika. Plato mengembangkan teori die, yakni teori Dinge an Sich versi Plato. Menurut Plato ide merupakan bentuk “mulajadi” atau model yang bersifat umum dan sempurna yang disebut “protoypa”, sedangkan benda individual duniawi hanya merupakan bentuk tiruan yang tidak sempurna, yang disebut “ectypa”. Gagasan Plato ini banyak memberikan dasar pada perkembangan logika, lebih-lebih masalah ideogenesis dan masalah penggunaan bahasa dalam pemikiran.
Aristoteles mengembangkan logika menjadi teori tentang ilmu. Dengan demikian logika episteme (logika ilmiah) sesungguhnya baru dapat dikatakan terwujud berkat karya Aristoteles (384-322).[4] Aristoteles merupakan filsuf pertama yang menyusun logika sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama “analitika”, yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan “dialektika” yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangakt dari proposisi yang masih diragukan kebenerannya, inti dari logika Aristoteles adalah Silogisme.[5]
Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika diberi nama “Organon”, terdiri atas enam buku. Buku tersebut adalah Categoriae (mengenai pengertian-pengertian), De Interpretatiae (mengenai keputusan-keputusan), Analitica Prora (tentang Silogisme), Analitica Posteriora (mengenai pembuktian), topika (mengenai berdebat) dan De Sphisticis Elenchis (mengenai kesalahan-kesalahan berpikir). Buku-buku inilah yang menjadi dasar Logika Tradisional, karya Aristoteles ini dikenal didunia barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang sangat luas dari sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Penyalinan-penyalinan yang luas itu membukakan masa dunia barat kembali akan alam pikiran Grik Tua.[6]
Pada 370 SM-288 SM Theoprostus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum melanjutkan pengembangan logika. Theophratus memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan, kemudian Porphyrius (233 – 306 SM) seorang ahli piker di Iskandariah menambahkan saatu bagain baru dalam pelajaran logika bagian baru ini disebut Eisogage, yakni sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan kalisfikasi.[7]
Kemudian muncullah zaman dekadensi logika. Selama ini logika mengembang karena menyertai perkembangan pengetahuan dan ilmu yang menyadari betapa berseluk beluknya kegiatan berpikir yang setiap langkahnya mesti dipertanggung jawabkan. Kini ilmu menjadi dangkal sifatnya dan sangat sederhana, maka logika juga merosot. Tetapi beberapa karya pantas mendapat perhatian kita, yakni eisagogen dari Parphyrios, kemudian komentar-komentar dari Boethius dan Fons Scientiae (sumber ilmu) karya Johannes Damascenus.

2.         Sejarah Perkembangan Pemikiran Logika Abad Pertengahan
Pada mulanya (abad 9) hingga tahun 1141, logika dikembangkan hanya berkisar pada karya Aristoteles saja yang berjudul Kategorial (menguraikan pengertian-pengertian) dan De Interpretation (tentang keputusan-keputusan). Dari karya tersebut ditambah dengan karya Porphyrios yang bernama Eisagogen dan traktat Boethius yang didalamnya mencakup masalah, pembagian masalah metode debat, dan silogisme categories hipotetis yang biasa disebut logika lama.
Sesudah tahun 1141, keempat karya Aristoteles lainnya dikenal lebih luas dan disebut sebagai logika baru. Logika lama dan baru kemudian disebut dengan logika antik dengan tujuan untuk membedakannya dari logika terministis atau biasa dikenal dengan logika modern, dan bisa juga disebut dengan logika suposisi yang tumbuh berkat pengaruh para filsuf Arab, seperti: Al-Farabi, Imam Ghazali dan lain-lain. Didalam logika ini ditunjukkan pentingnya pengalaman tentang suposisi, yang mana dalam suposisi tersebut menerangkan kesestan berfikir yang logis dan tekanan yang terletak pada ciri-ciri term sebagai simbol tata bahasa dari berbagai konsep.[8]
Pada masa penerjemahan ilmu-ilmu Yunani ke dalam dunia Arab yang dimulai pada abad II Hijriah logika merupakan bagian yang amat menarik minat kaum muslimin. Selanjutnya logika dipelajari secara meriah dalam kalangan luas, menimbulkan berbagai pendapat dalam hubungannya dengan masalah agama, Ibnu Salih dan Imam Nawawi menghukumi haram mempelajari Mantiq sampai mendalam. Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan menurut Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.
Filosof al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus dan studi ini dilakukan lebih mendalam oleh al-Faribi (873-950 SM). Ia mengadakan penyelidikan mendalam atas lafal dan menguji kaidah-laidah mantiq dalam proposisi-proposisi kehidupan sehari-hari untuk membuktikan benar salahnya, merupakan suatu tidnakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.[9]
Ahli logika pertama dari abad pertengahan adalah Petrus Abelardus (1079-1142). Ia merekonstruksi dan memperhalus logika Aristoteles serta Chrysippus, Abelardus juga menghasilkan teori tentang sifat-sifat universal yang melacak ciri universal dari term umum pada konsep-konsep dalam pikiran dari pada sifat-sifat yang berbeda diluar pikiran. Abelardus juga membedakan argumen yang valid dari bentuknya dibandingkan argumen yang valid dari isinya. Seperti: seluruh kuda mempunyai jantung.[10]
Konsep logika dan bahasa sebagai metode juga muncul pada abad pertengahan ini. Mulai dikenal dengan metode induktif dan deduktif. Ashworth dalam bukunya Language and logic (2006: 73-96) sempat meneliti bahwa bahasa dan logika memiliki tujuan yang jelas. Keduanya berfungsi memebntuk dan menyatakan kebenaran, sehinga orang bisa bergerak maju dalam membentuk pengetahuan baru. Pada perkembangannya, logika inilah kemudian akan menjadi pondasi pemikrian dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern.[11]
Thomas Aquinas (1224-1274) mengusahakan sistematis dan mengajukan komentar-komentar dalam usaha mengembangkan logika yang telah ada. Thomas Aquinas berhasil meletakan dasar logika dalam teologi Kristen dengan mengkombinasikan doktrin katolik dengan filsafat Yunani Aristotles. Pemikirannya dikenal lebih optimistik dan rasional tentang kondisi manusia. Baginya ketika manusia itu menjadi rasional, maka ia punya kapasitas untuk mengikuti perintah Tuhan dengan penuh kesadaran.[12]
Abad pertengahan mencatat berbagai pemikrian yang sangat penting bagi perkembangan logika. Karya Boethius orisinal dibidang silogisme hipotesis berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang merupakan salah satu hasil terpenting dari perkembangan logika di Abad Pertengahan. Kemudian dapat dicatat juga toeri tentang cirri-ciri term, teori supsosisi yang jika diperdalam ternyat alebih kaya dari simiotika matematik zaman kini. Selanjutnya, diskusi tentang universalia, munculnya logika hubungan, penyempurnaan teori silogisme, penggarapan logika model, dan lain-lain penyempurnaan teknis.

3.         Sejarah Perkembangan Pemikiran Logika Abad Modern
Pada abad XII-XV  berkembanglah  logika seperti abad Yunani kuno dan abad petengahan yang disebut abad modern. Tokohnya adalah Petrus Hispanus, Roger Bacon, William Ockham dan Raymond Lullus yang menemukan metode logika baru yang disebut “Ars Magna”, yakni semacam aljabar pengertian dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi.
Perkembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni dilanjutkan oleh sebagian pemikir, tetapi dengan tekanan- tekanan yang berbeda. Thomas Hobbes (1588-1679) dengan karyanya “Leviatan” (1651) dan John Locke (1632-1704) dalam karyanya yang berjudul “Essay Corcerning Human Understanding” (1690). Meskipun mengikuti tradisi Aristoteles, tetapi doktrin-doktrinnya sangat dikuasai paham nominalisme. Pemikiran dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal dan mirip operasi-operasi dalam matematika, kedua tokoh ini memberikan suatu interpretasi tentang kedudukan bahasa di dalam pengalaman.[13]
Francis Bacon (1561-1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya “Novum Organum Scientiarum” (London, 1620).[14] Metode induktif untuk menemukan kebenaran yang direncanakan Francis Bacon didasarkan pada pada pengamatan empiris, analisis data yang diamati, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis (kesimpulan sementara) dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksprimin lebih lanjut penghalang bagi metode ini adalah prakonsepsi dan prasangka yang dikelompokkan kedalam empat klasifikasi, yakni:
a.       The Idols of the Tribe. Sumber kesesatan ini pada hakikatnya berdasarkan pada kodrat manusi sendiri, pada ras manusia, misalnya bahwa manusia hanya mempunyai lima indera dan tidak lebih. 
b.      The Idols of the Cave. Setiap orang, di samping dikurung oleh kesesatan-kesesatan yang umum juga dikurungng oleh kurunganya sendiri, seperti jiwa manusia merupakan sesuatu yang berubah-ubah, penuh gangguan, dan seakan-akan diperintah oleh kemungkinan yang tidak pasti.
c.       The Idols of the Market Place. Disebabkan seseorang tidak membuat pembatasan pada term-term yang dipakai umtuk berpikir dan berkomunikasi.
d.      The Idols of the Theatre. Yanki sikap menerima secara membuta terhadap tradisi otoritas.[15]
Gottfried Wilhem van Leibnez (1646-1716) menganjurkan penggantian pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonard Euler, seorang ahli matematika melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antar term yang terkenal dengan sebutan “Circle Euler”.
John Stuart Mill (1806-1873) mempertemukan sistem induksi dengan system deduksi. Setiap pangkat pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil-hasil eksprimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan merupakan bagian-bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu.[16]
Rumusan metode induktif J. S. Mill dimaksudkan untuk menemukan hubungan kausal antara fenomena (gejala). Mill merumuskan sebab suatu kejadian sebagai seluruh jumlah kondisi posistif dan negatif yang diperlukan. Metodenya adalah:
a.         Metode mencocokkan (Method of agreement)
b.        Metode membedakan (Method of difference)
c.         Metode mencocokkan dan membedakan (Join method of agreement and difference)
d.        Metode perubahan selang seling yang seiring (Method of conmitant variations)
e.         Metode menyisikan (Method of residues)
Metode mencocokkan, metode membedakan, dan metode mencocokkan membedakan pada hakikatnya adalah eleminatif.[17]
Logika formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Dan sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru yang disebut dengan logika simbolik. Pelopor logika simbolik pada dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz,[18] karena Ia melihat keterbatasan logika Aristoteles. Menurutnya suatu bahasa universal akan dapat dibentuk, jika suatu sistem simbol yang tepat dapat diciptakan. Setiap simbol mempunyai satu arti, segala sesuatunya dapat diungkapkan dalam simbol tertentu. Hanya dengan begitu, kita dapat memiliki bahasa ilmiah sempurna dan segalanya yang berarti dua dapat dihindarkan.[19]
Logika simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole (1815-1864) dan Augustus De Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai simbol-simbol yang cukup luas dan metode analisis menurut matematika, dan Augustus De Morgan (1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi. Ia lebih-lebih dikenal karena dalil rangkapnya: negatifnya suatu jumlah adalah hasil negatifnya unsure-unsur, negatifnya suatu hasil adalah jumlah negatifnya faktor-faktor.
Tokoh logika simbolik yang lain ialah John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logika dari Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram venn (Venn’s diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan diantara subjek dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembangan logika simbolik mencapai puncaknya pada awal abad ke-20 dengan terbitnya 3 jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North Whitehed (1861-1914) dan Bertrand Arthur William (1872-1970) berjudul Principia Mathematica (1910-1913) dengan jumlah 1992 halaman. Karya tulis Whitehed dan Russel Principia Mathematica memberikan dorongan yang besar bagi pertumbuhan logika simbolik.[20]
Sekarang tokoh yang banyak menggarap logika dalam abad XX ini adalah Rudolf Carnap. Karyanya lebih diarahkan pada penggarapan logika formal dan penerapannya pada masalh-masalah epistemologi dan filsafat ilmu. Tulisan-tulisannya mencakup suatu pasangan tentang logika matematika dan suatu monografi tentang sintaksis logika, suatu cabang baru penelitian dalam bidang logika. Metode analisis logis diterapkan pada bahasa sehari-hari dan bahasa ilmu.[21]
Perbedaan logika zaman Yunani kuno, abad pertengahan, dan abad modern ialah pada zaman Yunani kuno masih menggunakan metode sendiri-sendiri, seperti sokrates dengan metode sokratesnya yaitu ironi dan maieutika. Sedangkan pada abad pertengahan sudah berkembang suposisi term, proposisi, kalimat, silogisme, dan premis. Serta pada abad modern sudah mulai berkembang logika simbolik yang sekarang sudah dikenal dengan matematika.[22]



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/logika
[2] W. Poersporpodjo, Logika Scientifika (Bandung: CV. Pustaka Grafika, 2010)  hlm. 41
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/logika
[4] W. Poersporpodjo, Logika Scientifika (Bandung: CV. Pustaka Grafika, 2010)  hlm. 42
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/logika
[6] Mundiri, Logika (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010)  hlm. 3
[7] http:bazz75catur.wordpress.com/2011/12/05/sejarah-perkembangan-logika
[8] W. Poespoprodjo, Logika Scientifika (Bandung; CV Pustaka Grafika, 2010)  hlm. 43
[9] Mundiri.Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,  2010)  hlm. 3
[10] Fernando Rahadian Srivanto. Dasar-Dasar Logika. Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB. Hlm: 2
[11] RezaA.A.Wattiemna. Metodologi Penelitian Filsafat.2011. fakultas Filsafat UGM
[12] http://simpangtigatokoh.blogspot.com/2008/06/thomas-aquinas-1225-1274.html
[13] W. Poespoprodjo, Logika Scietifika (Bandung: CV Pustaka Grafika, 2010) hlm. 43-44
[14] http: // id.wikipedia.org/wiki/Logika
[15] W. Poespoprodjo, Logika Scietifika (Bandung: CV Pustaka Grafika, 2010) hlm. 44-45
[16] http: // bazz75catur. wordpress. com/2011/12/05/ sejarah-perkembangan-logika/
[17] W. Poespoprodjo, Logika Scietifika (Bandung: CV Pustaka Grafika, 2010)  hlm. 46-49
[18] http: // bazz75catur. wordpress. com/2011/12/05/ sejarah-perkembangan-logika/
[19] W. Poespoprodjo, Logika Scietifika (Bandung: CV Pustaka Grafika, 2010)  hlm: 52-53
[20] http: // bazz75catur. wordpress. com/2011/12/05/ sejarah-perkembangan-logika/
[21] W. Poespoprodjo, Logika Scietifika (Bandung: CV Pustaka Grafika, 2010)  hlm. 56
[22] Diktat. Selasa, 10 April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar