AHLAN WA SAHLAN DI BLOG QISHOTU ILMI

Jumat, 30 Mei 2014

Ekonomi Islam, Kapitalisme dan Sosialisme

Ekonomi Islam
Menurut Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, bahwa ekonomi Islam merupakan cabang ilmu fiqih tentang hukum-hukum syari’at aplikatif yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci tentang persoalan yang terkait dengan mencari, membelanjakan dan cara-cara mengembangkan harta. Jadi, ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
Sistem ekonomi adalah satu kesatuan mekanisme dan lembaga pengambilan keputusan yang mengimplementasikan keputusan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi dalam suatu daerah atau wilayah. Pada umumnya sistem ekonomi didasarkan pada pemikiran, konsep atau teori-teori ekonomi tertentu yang diyakini keberadaannya.
Sistem ekonomi Islam akan mencakup kesatuan mekanisme dan lembaga yang digunakan untuk mengoprasionalkan pemikiran dan teori-teori ekonomi Islam dalam kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi. Bagian ini memberikan penjelasan secara garis besar bangunan dan sistem ekonomi Islam.
1.      Masalah kepemilikan dalam Islam
Dalam pandangan Islam, pemilik mutlak dari seluruh alam semesta adalah Allah, sementara manusia hanya mengemban amanah-Nya. Allah menciptakan alam semesta bukan untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk kepentingan sarana hidup bagi manusia agar tercapai kemakmuran dan kesejahteraan.
2.      Ekonomi terikat dengan Akidah, Syari’ah dan Moral
Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang disediakan untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syari’ah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam Islam menjadi ibadah. Sedangkan di antara bukti hubungan ekonomi Islam dengan moral adalah larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat dan lain-lain.
3.      Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Setiap aktivitas manusia di dunia akan berdampak pada kehidupan kelak di akhirat. Oleh karena itu, aktivitas keduniaan tidak boleh mengorbankan kehidupan akhirat. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Qashash: 77; QS. Al-Baqarah: 201; QS. Al-Jumu’ah: 9-10; QS. An-Najm: 29; QS. Al-Insan: 27.
4.      Ekonomi Islam menciptakan kesimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan umum
Keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Hasyr: 7 dan QS. Al-Ma’arij: 24-25.
5.      Kebebasan individu dijamin dalam Islam
Individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah SWT. Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma-norma akhirat, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan bertujuan hanya untuk negara.
6.      Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian
Islam memperkenakan Negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam, negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup layak.

Ekonomi Kapitalisme
Paham kapitalisme diilhami oleh perlunya kebebasan setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya agar kesejahteraan masyarakat tercapai. Pemahaman ini oleh filosofi Adam Smith bahwa terselenggaranya keseimbangan pasar dikarenakan manusia mementingkan diri sendiri.
Mekanisme pasar yang dimetaforsiskan dengan tangan ghaib akan mengatur bagaimana jalannya keseimbangan antara penawaran dan permintaan di pasar. Kebebasan ekonomi merupakan ide pasar kapitalisme yang mengilhami setiap perilaku ekonomi setiap individu, pasar dan kebijakan pemerintah. Dalam perjalanannya, sistem kapitalisme ini cenderung mengarah kepada liberalism materalisme. Kebutuhan manusia cenderung diukur dari aspek materi atau harta dan mekanisme penentuan harga secara ideal oleh pasar.

Ekonomi Sosialisme
Ekonomi sosialisme mempunyai tujuan kemakmuran bersama. Perkembangan sosialisme dimulai dari kritik terhadap kapitalisme yang pada waktu itu kaum kapitalis atau disebut kaum borjuis mendapat legitimasi gereja untuk eksploitasi buruh. Inilah yang menjadikan Karl Marx mengritik sistem kapitalis sebagai ekonomi yang tidak sesuai dengan aspek kemasyarakatan.
Pemikiran awal sosialisme meletakkan unsur kemanusiaan pada posisi paling tinggi, lebih tinggi dari alat produksi. Bila alat produksi menguasai manusia, maka manusia akan kehilangan esensi kemanusiaannya. Sampai akhirnya alat produksi tersebut menjauhkan manusia untuk mengenal fungsinya sebagai manusia. Kritik Mark atas kapitalisme ini diimplimentasikan oleh Lenin dalam bentuk dominasi peran institusi negara dalam perekonomian.


Abd. Hadi, Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam (Surabaya: PMN & IAIN PRESS, 2010), hlm. 5-17

Selasa, 20 Mei 2014

Thalaq

A.      Pengertian Thalaq
Thalaq/cerai adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran masing-masing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku.
Menurut Sa‘id (Manan, 2001), yang dimaksud dengan thalaq adalah putusnya perkawinan antara suami dengan istri karena tidak terdapat kerukunan dalam rumah atau sebab lain seperti mandulnya istri atau suami dan setelah sebelumnya diupayakan dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak. Cerai juga dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Alwi (2005) yaitu putusnya hubungan sebagai suami istri.
 Terdapat dua definisi tentang cerai, yaitu cerai hidup dan cerai mati. Cerai hidup adalah perpisahan antara suami dengan istri selagi kedua-duanya masih hidup, sedangkan cerai mati adalah perpisahan antara suami dengan istri karena salah satu meninggal dunia.[1]

B.       Teks dan Makna QS. Al-Baqarah ayat 229
Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 229 sebagai berikut:[2]
,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uKÉ)ムyŠrßãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ

Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik, tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 229)

C.      Penjelasan Kosa Kata QS. Al-Baqarah ayat 229
Allah SWT. memberitahukan bahwa:[3]
,»n=©Ü9$# “thalaq” yaitu yang boleh dilakukan ruju’ padanya,
Èb$s?§sD “dua kali” agar suami dimungkinkan (apabila ia tidak bermaksud memudharatkan), untuk kembali kepada istrinya dan ia berfikir kembali pada masa tersebut. Namun jika lebih dari masa itu maka tidaklah haram baginya, karena barangsiapa yang menthalaq lebih dari dua kali maka dia itu kalau bukan karena lancang terhadap yang haram atau ia tidak mempunyai keinginan untuk meruju’, maka maksudnya adalah memudharatkan karena itu Allah memerintahkan kepada suami tersebut untuk meruju’ istrinya.
>$rá÷èoÿÏ3 “dengan cara yang ma’ruf”, yaitu pergaulan yang baik seperti apa yang berlaku semisal mereka, dan inilah yang lebih kuat, bila tidak maka hendaklah menceraikan dan meninggalkannya.
`»|¡ômÎ*Î/ “dengan cara baik”. Di antara cara yang baik itu adalah tidak mengambil sesuatu pun dari harta istrinya karena perceraian tersebut, hal semacam ini merupakan tindakan kezhaliman dan mengambil harta tanpa ada timbal baliknya sedikitpun.
ߟwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# (
 “tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah”. Yaitu melakukan khulu’ dengan cara yang ma’ruf dimana sang istri menbenci suaminya akibat kejelakan akhlak, paras atau kurangnya agama dan ia khawatir tidak dapat menaati Allah SWT
÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uKÉ)ムyŠrßãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/
 “jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya”, karena hal itu adalah pengganti untuk mendapatkan maksud yang dikehendakinya yaitu perpisahan. Ayat ini merupakan dalil disyari’atkan khulu’ apabila hikmah tersebut ditemukan.
y7ù=Ï? “itulah” yaitu apa yang telah disebutkan dari hukum-hukum syari’at
ß!$#Šrßãn  " hukum-hukum Allah” yaitu ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan oleh-NYA bagi kalian dan Dia perintahkan untuk menjalankannya.

`tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$#
 “barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim”. Dan kezhaliman apa lagi yang lebih besar daripada menerobos yang halal dan melampaui batasnya sampai menjadi yang haram, di mana yang telah dihalalkan Allah tidaklah memuaskannya.

D.      Sebab al-Nuzul dan Munasabah Ayat dalam QS. Al-Baqarah ayat 229
1.        Sebab al-Nuzul
Diriwayatkan bahwa orang-orang jahiliyah tidak mempunyai batas berapa kali thalaq. Sehingga seorang lelaki akan menthalaq istrinya semaunya saja, dan ketika hampir lepas, ia kembali mengawininya lagi. Maka pada zaman Nabi SAW. ada seorang lelaki sengaja bilang kepada istrinya: “Aku tidak akan menempatkanmu, tidak akan memanggilmu dan kamu bebas”. Perempuan tadi bertanya: “Mengapa?” maka si suami berkata: “Aku menceraikanmu, bila nanti masanya telah hampir, aku akan kembali kepadamu”. Kemudian wanita itu mengadukan hal itu kepada Nabi SAW.,[4] maka Allah SWT. menurunkan ayat:
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/               
Artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik…...” (QS. Al-Baqarah: 229)
Abu Dawud dalam an-Naasikh wal Mansukh meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Dulu seorang suami memakan dari pemberian yang telah dia berikan pada istrinya dan yang lainnya tanpa melihat adanya dosa pada hal itu. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
ߟwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© ….
Ibnu jarir meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dia berkata ayat ini turun kepada Tsabit bin Qais dan Habibah, istrinya. Habibah mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah untuk kemudian meminta diceraikan. Maka Rasulullah berkata kepada Habibah: “Apakah engkau ingin mengembalikan kebun yang dia jadikan mahar untukmu?”, Habibah menjawab. “ya, saya mau”. Lalu Rasulullah memanggil Tsabit bin Qais dan memberitahunya tentang apa yang dilakukan istrinya. Maka Tsabit bin Qais berkata: “Apakah dia rela melakukannya?”, Rasulullah menjawab: “Ya, dia rela”. Istrinya pun berkata: “saya benar-benar telah melakukannya”.[5] Maka turun firman Allah SWT:
ߟwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ... ÇËËÒÈ
Dapat kita simpulkan bahwa ayat tersebut mengandung dua asbab al-Nuzul, pertama dalam masalah thalaq raj’i dan kedua masalah penggugatan cerai (khulu’).
2.        Munasabah Ayat
Munasabah dapat diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat al-Qur’an atau dengan kalimat lain, munasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal.[6]
QS. Al-Baqarah ayat 229 ini bermunasabah dengan ayat sebelumnya dan sesudahnya. Ayat sebelumnya yaitu:
àM»s)¯=sÜßJø9$#ur šÆóÁ­/uŽtItƒ £`ÎgÅ¡àÿRr'Î/ spsW»n=rO &äÿrãè% 4 Ÿwur @Ïts £`çlm; br& z`ôJçFõ3tƒ $tB t,n=y{ ª!$# þÎû £`ÎgÏB%tnör& bÎ) £`ä. £`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_uyŠ 3 ª!$#ur îƒÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ
Maksud ayat tersebut adalah jika suami menthalaq istrinya, maka sang istri harus melakukan ‘iddah selama tiga sucian untuk mengetahui kebersihan rahim. Si suami masih berhak untuk kembali apabila belum sampai masa ‘iddahnya dengan tujuan kembali untuk kemashlahatan.
Analisis lafazh sesudahnya:
 ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uKÉ)ムyŠrßãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uKÏù ôNytGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊrßãn «!$# Ÿxsù $ydrßtG÷ès? 4 `tBur £yètGtƒ yŠrßãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuŽöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù yy$uZã_ !$yJÍköŽn=tæ br& !$yèy_#uŽtItƒ bÎ) !$¨Zsß br& $yJŠÉ)ムyŠrßãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ߊrßãn «!$# $pkß]ÍhŠu;ム5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇËÌÉÈ #sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r&  Æèdqä3Å¡øBr'sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& £`èdqãmÎhŽ|  7$rã÷èoÿÏ3 4 Ÿwur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y#uŽÅÑ (#rßtF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ ôs)sù zOn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿwur (#ÿräÏ­Fs? ÏM»tƒ#uä «!$# #Yrâèd 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ !$tBur tAtRr& Nä3øn=tæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# ÏpyJõ3Åsø9$#ur /ä3ÝàÏètƒ ¾ÏmÎ/ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur ¨br& ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÌÊÈ
Penjelasan
Dalam ayat 229 menjelaskan masalah thalaq yang boleh diruju’ hanya dua kali. Dalam ayat 230 jika suami menthalaq istri ke tiga kali setelah ia meruju’nya dua kali, maka istri tersebut tidak halal baginya, kecuali setelah kawin dengan laki-laki lain. Sedangkan dalam ayat 231 Allah SWT . masih memberikan kesempatan untuk memilih jika mendekati akhir ‘iddah, apabila ingin merujuk dianjurkan dengan cara yang baik atau jika ingin menceraikan dengan cara yang baik pula (bukan thalaq ba’in).[7]
Dapat disimpulkan bahwa dalam QS. Al-Baqarah ayat 228, 229, 230 dan 231 menjelaskan beberapa macam thalaq dan bagaimana cara menthalaq yang disyari’atkan dalam Islam.

E.       Penjelasan Singkat dari QS. Al-Baqarah ayat 229
Thalaq itu banyak macamnya, namun di dalam QS. Al-baqarah ayat 229 ini menjelaskan thalaq yang dapat dirujuk kembali. Thalaq yang dapat dirujuk dapat disebut thalaq raj’i. Dalam ayat ini thalaq raj’i itu dua kali, itu pun masih ada dua pilihan. Jika ingin merujuk harus dengan cara baik-baik, artinya tidak sewenang-wenangnya ambil hukum sendiri, dan jika ingin menceraikannya dengan cara baik pula artinya tidak merekayasa.
Jika thalaq sudah dua kali, dan ada inisiatif untuk merujuk maka harus ada orang yang mengawini istrinya karena sudah masuk pada thalaq ba’in. Apabila ingin merujuk untuk thalaq pertama, sedangkan masa ‘iddah sudah selesai maka harus melaksanakan akad nikah baru, karena suda terlewat batas waktu yang telah ditentukan (iddah). Hal ini betujuan agar pihak laki-laki tidak memainkan hukum yang telah berlaku dalam syari’at Islam, dan juga supaya dapat menghargai kaum hawa yang butuh perlindungan seorang laki-laki.
Asy Syaukani dalam tafsirnya “Fathul Qadir” telah berkata: “yang dimaksudkan dengan thalaq tersebut adalah thalaq raj’i dengan bukti apa yang disebutkan dalam ayat sebelumnya. Yaitu bahwa thalaq yang terdapat hak ruju’ bagi suami adalah dua kali, yakni thalaq pertama dan kedua, karena tidak ada hak ruju’ setelah thalaq ketiga.[8]
Di dalam ayat tersebut juga menjelaskan masalah khulu’, yaitu seorang wanita menggugat cerai kepada suami dengan alasan-alasan tertentu, dengan cara si istri menebus dirinya sesuai dengan apa yang diberikan oleh suaminya, misal dalam hal mahar yang telah diberikan saat akad.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengungkapkan bahwa jika istri yang berbuat buruk lalu meminta cerai (khulu’) maka tidak apa-apa suaminya mengambil darinya lebih banyak dari apa yang telah ia berikan, dan jika tidak demikian maka suami tidak boleh mengambil melebihi pemberiannya.
Wanita yang meminta khulu’ bukanlah raj’iyyah, maksudnya bahwa perpisahan sebuah hubungan pernikahan yang disebabkan karena khulu’ maka itu adalah perpisahan selamanya yang tidak ada jalan untuk ruju’ kepadanya kecuali dengan akad nikah baru.[9]

F.       Penjelasan Hukum yang Dimuat dalam QS. Al-Baqarah ayat 229
Para Ahli Tafsir berbeda pendapat mengenai makna firman Allah SWT: b$s?§sD  ,»n=©Ü9$# (thalaq itu hanya dua kali…./ al-Baqarah: 229) ke dalam beberapa kelompok.[10]
1.      Maksudnya adalah thalaq yang disyari’atkan itu hanya dua. Bila datang selebihnya, maka itu tidak disyari’atkan. Dan ayat itu hendak mengurangi angka perceraian sebelumnya. Ini adalah pendapat Al Hajjaj bin Arthah dan madzhab Ar Rafidlah.
2.      Yang dimaksudkan adalah thalaq yang disunnahkan dua kali. Ini pendapat Ibnu Abbas, Mujtahid dan madzhab Malik ra.
3.      Yang dimaksudkan adalah thalaq raj’i itu dua kali. Ini adalah pendapat Qatadah, Urwah dan pilihan jumhur.
Dalam penggalan ayat tersebut para Ulama berbeda pendapat mengenai thalaq tiga dengan lafal satu. Kebanyakan Sahabat, Tabi’in dan Imam empat memilih bahwa hal tersebut akan jatuh tiga, adakalanya disertai dengan haram adakalanya disertai dengan makruh sesuai perbedaan mereka dalam memahami ayat tersebut.[11]
Sebagian Ahli Dzahir memilih, bahwa thalaq tiga dengan satu kata adalah jatuh satu kali. Ini pendapat Thawus dan madzhab Imamiyah serta pendapat Ibnu Taimiyah. Bahkan pendapat ini juga diambil oleh sebagian Ahli fiqh mutaakhir dalam menghindarkan kesulitan bagi orang, menurunkan angka perceraian dan mencegah kerusakan hubungan suami istri.
Allah SWT. telah memerintahkan ketika melepaskan istri hendaknya dengan kebaikan dan melarang suami mengambil kembali mahar yang telah diberikan kepada istri, kecuali dalam kondisi takut kalau keduanya tidak bisa menegakkan batas-batas Allah SWT. sebagaimana firman Allah SWT:
ߟwur @Ïts öNà6s9 br& (#räè{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«øx© HwÎ) br& !$sù$sƒs žwr& $yJŠÉ)ムyŠrßãm «!$# ( ... ÇËËÒÈ
Artinya:
“…Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah….”(QS. Al-Baqarah: 229)
Maksud ayat di atas adalah tidak dapat menegakkan batas-batas Allah yang telah disyari’atkan untuk kedua belah pihak suami-istri. Yaitu berupa baiknya hubungan, taat dan masing-masing memperhatikan hak dan kewajibannya kepada pihak lain. Namun bila Nampak ada gejala perpecahan dan pertengkaran yang menimbulkan sebab-sebab kebencian dan ketidakakraban, maka boleh bagi istri menebus dan bagi pihak suami mengambil harta. Menjatuhkan thalaq semacam ini dikenal dengan istilah “Khulu’”.
Mengenai pengambilan fidyah (tebusan) oleh suami harus adil dan sesuai, yaitu berupa mahar yang telah dia berikan kepadanya. Adapun nafkah dan sesuatu yang telah diterima oleh si istri yang meminta cerai itu, maka sudah sepantasnya jika dia mengembalikan apa yang dia ambil dari suami.
Asy Sya’bi, Az-Zuhri dan Hasan al-Basri telah berkata: tidak halal bagi suami mengambil lebih dari apa yang telah dia berikan kepada istrinya, karena hal itu termasuk pengambilan harta yang tanpa hak. Alasan mereka adalah bahwa ayat itu merupakan pembatasan dari apa yang telah suami berikan kepada istri, sehingga tidak boleh melebihi. Yang rajih (unggul) adalah bahwasanya boleh mengambil lebih tetapi hal itu makruh. [12]



[2] Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009), hlm. 36
[4] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum (Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 48
[5] Jalaluddin As-Suyuthi, Lubabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie, Gema Insani, hlm. 98
[7] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum (Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 47-48
[8] Ibid., hlm. 70
[10] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir Ayat-Ayat Hukum (Semarang: CV Asy Syifa’, 1993), hlm. 70
[11] Ibid., hlm. 66
[12] Ibid., hlm. 71-72