1. Pengertian Warga Negara
Rakyat menjadi salah satu unsur berdirinya negara, jika tidak ada rakyat maka sebuah negara tidak akan berdiri, dan sebaliknya. Suatu negara pada dasarnya adalah alat untuk mengatur kehidupan bersama dalam suatu ikatan organisasi resmi guna mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama yang hendak dicapai sebuah bangsa.
Tiap-tiap negara memiliki istilah tersendiri untuk menyebut warga negara. Di Belanda, warga negara disebut dengan istilah staatsburger, di Inggris disebut citizen, sedangkan di Prancis disebut citoyen. Adapun di Indonesia, istilah warga negara juga dikenal dengan istilah kaulanegara. Istilah “kaula” berasal dari bahasa Jawa yang menurut peraturan perundang-undangan Hindia Belanda memiliki pengertian yang sepadan dengan istilah onderdaan (bahasa Belanda) yang berarti ikatan antara seorang warga negara dengan negaranya.
Sedangkan definisi dari warga negara itu sendiri adalah orang-orang yang memiliki kedudukan resmi sebagai anggota penuh suatu negara. Mereka memiliki kewajiban untuk memberikan kesetiaanya pada negara tersebut, menerima perlindungan darinya dan memilki hak untuk ikut serta dalam proses politik. Warga negara memilki hubungan secara hukum yang tidak terputus dengan negaranya meski orang yang bersangkutan telah berdomisili di luar negeri, selama orang tersebut tidak memutuskan kewarganegaraannya. Adapun definisi dari warga negara menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pasal 1 adalah warga suatu negara yang ditetapkan bedasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam pemahaman sebagian besar masyarakat, warga negara/rakyat disamakan dengan penduduk. Padahal keduanya adalah hal yang berbeda. Berikut ini adalah penjelasan R.G. Kartasapoetra mengenai kedua hal tersebut.
a. Orang yang disebut rakyat suatu negara haruslah mempunyai ketegasan bahwa mereka itu benar-benar tunduk pada UUD negara yang berlaku, mengakui kekuasaan negara tersebut, dan mengakui wilayah negara tadi sebagai wilayah tanah airnya yang hanya satu-satunya.
b. Sedangkan penduduk adalah semua orang yang ada atau bertempat tinggal dengan ketegasan telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara, sehingga mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan kehidupan yang sewajarnya di wilayah negara yang bersangkutan. Sebaliknya, bukan penduduk adalah mereka yang berada dalam wilayah suatu negara hanya untuk sementara waktu. Jelasnya, mereka tidak bermaksud bertempat tinggal dalam waktu yang lama di wilayah negara yang bersangkutan.
Oleh karenanya, pengertian penduduk dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut.
a. Penduduk warga negara adalah orang yang memiliki hubungan yang tidak terputus dengan tanah airnya dan UUD negaranya, serta mengakui kekuasaan negara, walaupun yang bersangkutan berada di luar negeri selama tidak memutuskan hubungan kewarganegaraannya atau terikat oleh ketentuan hukum internasional.
b. Penduduk bukan warga negara (orang asing) adalah orang yang hanya memiliki hubungan hukum dengan suatu negara selama orang yang bersangkutan bertempat tinggal dalam wilayah negara tersebut.
2. Asas Penentuan Kewarganegaraan
Status kewarganegaraan merupakan hal yang sangt penting karena berkaitan dengan hak dan kewajiban tiap warga negara maupun negara atas warganya. Adapun cara untuk menentukan kewarganegaraan seseorang dapat menggunakan dua macam asas yang berlaku, yaitu atas dasar kelahiran atau atas dasar perkawinan.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai asas-asas kewarganegaraan, berikut ini akan dijelskan.
a. Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran (Asas Kelahiran)
Penentuan kewarganegaraan seseorang atas dasar kelahiran dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1) Asas Tempat Kelahiran (Ius Soli)
Ius soli merupakan ungkapan dari bahasa Latin, yaitu ius yang berarti hukum/pedoman, sedangkan soli berasal dari kata solum yang berarti tanah, daerah, atau negeri sehingga ius soli berarti pedoman penentuan kewarganegaraan seseorang yang didasarkan pada tempat, daerah, atau negara dimana orang tersebut lahir. Hal ini berarti bahwa apabila suatu negara menganut asas ini, maka orang yang dilahirkan di negara tersebut secara otomatis menjadi warga negara tersebut. Contoh: apabila negara India menganut asas ius soli, maka siapa pun yang dilahirkan di India berhak menjadi warga negara India.
2) Asas Hubungan Darah/Keturunan (Ius Sanguinis)
Ius sanguinis juga berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum/pedoman, sedangkan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Sehingga ius sanguinis berarti pedoman penentuan kewarganegaraan yang didasarkan pada keturunan atau hubungan darah. Hal ini berarti bahwa suatu negara yang menganut asas sanguinis, maka siapa pun anak yang dilahirkan oleh warga negara tersebut meskipun lahir di negara lain maka secara otomatis menjadi warga negara tersebut. Contoh: misalnya negara Amerika Serikat menganut asas sanguinis, maka anak dari seorang warga negara AS, di mana pun dia lahir, secara otomatis menjadi warga negara AS.
b. Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain atas dasar kelahiran, dalam hukum kewarganegaraan juga mengenal adanya dua asas yang didasarkan pada perkawinan. Suatu perkawinan dapat menyebabkan terjadinya perubahan status kewarganegaraan seseorang. Masalah muncul apabila terjadi suatu perkawinan campuran, yaitu suatu perkawinan yang dilangsungkan oleh para pihak yang berbeda kewarganegaraannya. Penentuan status kewarganegaraan yang didasarkan pada perkawinan meliputi dua asas sebagai berikut.
1) Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat suami istri ataupun ikatan dalam keluarga. Keluarga merupakan inti masyarakat. Masyarakat akan sejahtera apabila didukung oleh keluarga-keluarga yang sehat dan tidak terpecah. Pada umumnya pihak istrilah yang mengikuti kewarganegaraan suaminya. Namun, sering kali hal semacam ini kurang diterima oleh sebagian pihak. Bagi sebagian orang yang mengagungkan emansipasi wanita, prinsip tersebut dianggap merendahkan wanita, dengan asumsi bahwa wanita memilki kedudukan sama seperti laki-laki yaitu memiliki hak dan kebebasan untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya.
2) Asas Persamaan Derajat
Menurut asas persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status kewarganegaraan masing-masing pihak, baik suami ataupun istri tetap menyandang kewarganegaraannya seperti sebelum mereka menikah.
Ditinjau dari aspek kepentingan nasional masing-masing negara, asas persamaan derajat mempunyai aspek positif, yaitu menghindarkan terjadinya penyelundupan hukum. Misalnya seseorang berkewarganegaraan asing yang ingin memperoleh status warga negara suatu negara berpura-pura melakukan perkawinan dengan seorang warga negara dari negara yang bersangkutan. Melalui perkawinan itu, orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang ia inginkan. Setelah status kewarganegaraan yang diinginkan diperoleh, mereka pun bercerai. Dalam rangka menghindari terjadinya penyelundupan/pengelabuan hukum seperti dalam contoh kasus tersebut, maka banyak negara yang menggunakan asas persamaan derajat dalam peraturan mengenai kewarganegaraannya.
3. Masalah Kewarganegaraan
Ada negara yang menganut ius soli, ada pula yang menganut ius sanguinis. Ada juga negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius sanguinis, dengan ius soli sebagai pengecualian. Sebaliknya ada pula negara yang lebih menitikberatkan pada penggunaan ius soli, dengan ius sanguinis sebagai pengecualian. Penggunaan kedua asas secara bersama ini bertujuan agar status apatride atau tidak berkewarganegaraan dapat dihindari.
Sebaliknya, karena berbagai negara menganut asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran yang berbeda-beda, dapat menimbulkan masalah bipatride atau dwikewarganegaraan, bahkan multipatride atau berkewarganegaraan lebih dari dua.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai apatride dan bipatride, berikut ini akan dijelaskan.
a. Apatride
Apatride adalah suatu istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Contoh:
1) Seorang keturunan bangsa X yang menganut asas ius soli lahir di negara Y yang menganut asas ius sanguinis, anak tersebut tidak menjadi warga negara X maupun Y.
2) Seorang wanita warga negara X yang menganut asas kesatuan hukum menikah dengan seorang pria warga negara Y yang menganut asas persamaan derajat. Ia ditolak oleh negara suaminya (negara Y) karena menurut negara tersebut suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak sedangkan di negaranya sendiri (negara X) kewarganegaraannya telah terlepas karena perkawinannya dengan laki-laki asing. Ia harus melepaskan kewarganegaraan X-nya untuk mengikuti kewarganegaraan suaminya.
b. Bipatride
Bipatride adalah suatu istilah untuk menyebut orang yang mempunyai dua macam kewarganegaraan sekaligus. Contoh:
1) Seorang keturunan bangsa Y yang menganut asas ius sanguinis lahir di negara X yang menganut asas ius soli. Ia akan dianggap sebagai warga negara Y karena lahir dari keturunan orang dari negara Y dan ia juga dianggap sebagai warga negara X karena dilahirkan di negara X yang menganut asas ius soli
2) Seorang laki-laki warga negara X yang menganut asas kesatuan hukum menikah dengan seorang wanita berkewarganegaraan Y yang menganut asas persamaan derajat. Maka wanita tersebut memiliki dua kewarganegaraan karena menurut ketentuan negaranya, ia tidak diperkenankan untuk melepas kewarganegaraan Y-nya. Sementara itu, menurut ketentuan dari negara suaminya, ia harus menjadi warga negara X mengikuti status suaminya.
Adanya masalah kewarganegaraan yang memungkinkan terjadinya apatride dan bipatride. Maka untuk menentukan kewarganegaraan seseorang dapat dilakukan dengan cara pewarganegaraan.
4. Pewarganegaraan dan Stelsel Kewarganegaraan
Pewarganegaraan sering disebut naturalisasi, yaitu suatu proses hukum yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh/memiliki kewarganegaraan suatu negara. Naturalisasi dilakukan karena seseorang tidak memenuhi syarat sebagai warga negara berdasarkan pada asas ius soli maupun ius sanguinis.
Adapun persyaratan dan prosedur dari tiap-tiap negara mengenai naturalisasi adalah berbeda-beda sesuai dengan kebijakan negara tersebut. Pada umumnya persyaratan beserta prosedur mengenai naturalisasi tersebut diatur dalam perundang-undangan tentang kewarganegaraan.
Meskipun tiap negara memilki perbedaan persyaratan dan prosedur pewarganegaraan, namun secara umum terdapat dua cara pewarganegaraan, atau disebut dengan stelsel, yaitu:
a. Stelsel Aktif
Bahwa seseorang akan menjadi warga negara suatu negara apabila melakukan serangkaian tindakan hukum tertentu secara aktif.
b. Stelsel Pasif
Bahwa seseorang secara otomatis menjadi warga negara dari suatu negara tanpa harus melakukan tindakan hukum tertentu.
Berdasarkan kedua stelsel di atas terdapat dua hak yang dimiliki oleh setiap warga negara terkait dengan status kewarganegaraan, yaitu sebagai berikut.
a. Hak opsi adalah hak untuk memilih suatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif).
b. Hak repudiasi adalah hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (dalam stelsel pasif).
B. Warga Negara dalam Tinjauan Hukum Kewarganegaraan Indonesia
1. Hukum yang Memuat tentang Kewarganegaraan Indonesia
Di Indonesia, hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dalam UUD 1945 pasal 26. Selain itu, diatur pula mengenai hak untuk mendapat kewarganegaraan yang termuat dalam UUD1945 pasal 28D ayat 4 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”.
Undang-undang tentang kewarganegaraan RI yang terbaru dan berlaku pada saat ini adalah UU No. 12 Tahun 2006, dimana dalam undang-undang tersebut termuat beberapa perbedaan penting dengan ketentuan-ketentuan sebelumnya mengenai warga negara. Perbedaan-perbedaan tersebut meliputi sebagai berikut.
a. Secara filosofis, UU No. 12 Tahun 2006 bersifat nondiskriminatif sehingga lebih menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan kedudukan antar warga negara, serta memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak.
b. Secara yuridis, UU No. 12 Tahun 2006 disusun berdasarkan UUD 1945 (hasil amandemen) yang lebih menjamin hak asasi manusia dan hak warga negara.
c. Secara sosiologis, UU No. 12 Tahun 2006 telah disesuaikan/mengikuti perkembangan global terkini yang menghendaki adanya persamaan derajat warga negara di hadapan hukum serta adanya keadilan dan kesetaraan gender.
2. Memahami Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Secara umum, UU kewarganegaraan Republik Indonesia yaitu UU No. 12 Tahun 2006 mengatur tentang tiga hal penting yaitu meliputi:
a. cara seseorang memperoleh kewarganegaraan,
b. kehilangan kewarganegaraan,
c. memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia.
Dalam penjelasan atas UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI juga disebutkan mengenai asas-asas yang dianut dalam UU ini, yaitu sebagai berikut.
a. Asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan tempat kelahiran.
b. Asas ius soli secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang dilakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Undang-undang No. 12 Tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda ataupun tanpa kewarganegaraan. Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar